Senin, 17 Maret 2014

Ketika Anak Mencoret Dinding

Seorang anak memiliki pemikiran sendiri,
Meski belum matang, hati anak sangat halus,
Jangan biarkan satu kata menyakitinya.

Anakku berusia 4 tahun lebih empat bulan, telah lama anakku suka memegang pulpen yang memang selalu tersedia di meja atau di lemari. Sengaja memang aku tidak menyembunyikannya, dan pastinya anakku sangat mudah meraihnya dan memainkannya. Awalnya dia memainkannya, lama-lama dia mengerti bahwa dengan menorehkan di atas kertas, pulpen itu akan meninggalkan jejak.

Lama-lama anakku meninggalkan jejak dengan coretan garis kusutnya tidak hanya di kertas, segala bidang yang mampu dicoretnya dia torehkan menggunakan pulpun. Dinding, sprei, baju abinya bahkan tas dan sepatu kesanyanganku. Itu ketika anakku masih berusia kurang dari dua tahun.

Aku dan suamiku belum begitu melihat, anakku memiliki bakat apa? kadang ketika kusodorkan kertas dan pensil warna, hanya beberapa menit saja, tak lama atau kadang ketika aku sudah mengantuk, anakku akan mengambil crayon dan buku mewarnai dan menyelesaikan beberapa gambar untuk dia warnai di atas tempat tidur.

Dan, kejutan yang paling membuatku syok adalah...coretan di dinding kamar sangat terlihat jelas. Mengunakan pulpen warna biru, dan garis yang ditebalkan...hm....haruskah aku memarahinya? haruskah aku melotot karena telah bertumpuk buku mewarnai telah aku belikan? aku telah membelikan kertas manila berukuran besar, untuknya mencoret-coret? tidak.

Salah satu hasil kreativitas anakku

Aku terpaku dan diam di depan dinding tersebut, bukan yang pertama memang, tapi ini yang paling jelas. Anakku menghampiri dan dengan gembira menunjukan bahwa ini adalah gambar tanamannya yang sudah tumbuh besar. Ada gambar dia bermain balon, bagus ya, Mi? tanyanya dengan senyuman polosnya.

Aku tahu, kalau ada temanku datang pasti aku dibilang terlalu memanjakan anak, kenapa diijinkan mencoret di dinding, atau sebagai orangtua kenapa tidak mengajarkan mencoret atau menggambar di kertas. Silahkan jika ada yang bilang seperti itu, silahkan mengatai aku kurang bisa mendidik anak.

Aku dan suamiku sama-sama mengerem untuk memarahi anak atas apa yang telah menjadi karya terbaiknya, meskipun memang tempatnya kurang tepat. Aku tidak ingin, kata-kata kami membuat daya kreativitasnya berhenti di tengah jalan dan dia menjadi minder, maafkan aku, Nak, jika mungkin pernah aku melakukannya. Aku dan suamiku menghargai setiap sudut kreativitas anak kami. Urusan kami, bagaimana mengarahkan bakatnya ke depan.

Tentu tumpukan buku mewarnai, menjadi jawaban bahwa kami memberikan wadah kegemarannya mencoret-coret, aku percaya, satu dua atau tiga tahun lagi, ketika anakku telah paham dia akan meminta maaf kepada dinding dan mulai menorehkan karyanya pada tempat yang tepat, aamiin.

Salam
Astin Astanti

3 komentar:

  1. tembok rumah ibuku di Jombang,penuh coretan cucu2nya mbk hahaha...mau marah tapi gimana lagi,katanya kalau melarang anak corat/et tembok menghambat prestasi hehe,,katanya sih soalnya belum pengalaman hehehhe

    BalasHapus
  2. wah, bijaksana sekali Ummi.

    aku ya pasti langsung marah, hehe. *efek emaknya yg emosian*

    BalasHapus
  3. Ya, benar..
    Waktu saja yang belum tepat untuk dia mengerti..
    Toh nanti dia akan menggambarnya dikertas gambar..
    Ini pengalaman saya juga tentang adik saya, yang memang awalnya doyan corat-coret tembok rumah, dan bedanya memang orang tua kami sering menegurnya. Tapi alhamdulillah sampai sekarang dia masih gemar menggambar dibuku gambar.. :)

    Salam..

    BalasHapus